CONTOH MAKALAH BIDANG BIMBINGAN KONSELINK

21.05
MAKALAH BIDANG KONSELING (BK)


MAKALAH BIDANG KONSELING (BK)

BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
            Pelayanan bimbingan dan konseling secara profesional di Indonesia sampai saat ini masih terfokus pada generasi muda yang masih duduk dibangku pendidikan formal atau di sekolah. itupun nampaknya yang paling terrealisasi hanyalah pada jenjang pendidikan sekolah menegah dan perguruan tinggi saja. Hampir semua tenaga bimbingan konseling profesional yang telah mendapat pendidikan formal di bidang bimbingan dan konseling, bertugas dilembaga-lembaga pendidikan di atas jenjang pendidikan dasar.

            Diantara tenaga-tenaga bimbingan dan konseling itu sebagian terbesar terlibat didalam jenjang pendidikan menegah. Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang diwujudkan dalam suatu program bimbingan dan konseling yang terorganisasi dan terencana, sampai saat ini lebih banyak dikembangkan untuk jenjang pendidikan ditingkat menengah. sehingga seakan-akan ia menjadi urutan yang pertama. Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga profesional dijenjang pendidikan tinggi menempati urutan ke dua dan kegiatan bimbingan konseling yang dilaksanakan di jenjang pendidikan dasar menempati urutan ketiga. Kenyataan ini hendaknya tidak harus berarti bahwa, urutan prioritas yang terdapat dilapangan, sebagaimana dijelaskan di atas, tidak dapat diubah menjadi urutan prioritas yang berbeda.
B.                 Rumusan Masalah
1.                  Apa yang dimaksud dengan kode etik?
2.                  Apa Saja kode etik profesi bimbingan dan konseling di Indonesia?
C.                 Tujua Penulisan Makalah
1.                  Untuk mengetahui pengertian kode etik
2.                  Untuk mengetahui kode etik profesi BK di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang tindakan  yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu.

            Kode etik merupakan etika profesi yang harus dipegang kuat oleh setiap konselor. Kode etik juga merupakan moralitas para konselor dalam menjalankan profesinya. Bagaimana kode etik profesi bimbingan dan konseling sesungguhnya, dan berjkaitan dengan apa saja yang menyangkut etrika profesi yang terkait dengan bimbingan konseliong dilingkungan dunia pendidikan. Hal ini karena dunia pendiodikan lebih memrlukan penjelasan kode etik ini dibanding dengan bimbingan dan konseling dilingkungan lainnnya.[1]

Kode etik adalah  pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau cara etis sebagai pedoman dalam berperilak. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu. Dalam kaitannya dengan istilah profesi, kode etik merupakan aturan yang menjadi standr kegiatan anggota suatu profesi.[2]

Menurut  Gibson dan Mitchelm, suatu  kode etik menggambarkan nilai-nilai profsional suatu profesi yang ditrjemahkan dalam standar perilaku anggotanya. Nilai profesional  ini ditandai dengan adanya sifat altruistis artinya lebih mementingkan kesejahteraan orang lain dan berorientasi pada pelyanan umum dengan prima.

Sebuah kode etik merepresentasikan  nilai-nilai profesi yang diterjemahkanmenjadi standar-standar hukum bagikeanggotaan. Sebuah kodeetik menyediakan struktur atau pedoman bagi anggota profesi untuk mengikuti praktik profesional dan juga  bagi publik untuk mengantisipasi interaksi dengan profesi dan anggota-anggotanya.[3]

            Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:
1.                  Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia: dan mendapatkan layanan konseling tanpa tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
2.                  Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
3.                  Setriap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4.                  Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan bimbingan dan koseling secara profesional.
5.                  Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi)[4].                     

Kode Etika adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi, atau organisasi bagin para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para pekerja tau anggota dengan masyarakat.
            Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesioanl yang dijunjung tinggi, diamalkan, dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Babb II, Pasal 2)[5].
B.                 Kode Etik  Konselor ACA dan Kode Etik BK di Indonesia
1.      Kode Etik ACA(American Counseling Accociation)

            ACA adalah asosiasi profesional untuk semua konselor. Misi organisasi ini adalah meningkatkan kualitas hidup dalam masyarakat dengan mempromosikan pengembangan konselor profesional, memajukan konseling profesi, dan menggunakan profesi dan praktek dari konseling untuk mempromosikan penghormatan terhadap martabat manusia dan keragaman. Secara organisasi ACA adalah organisasi yang mewakili kemitraan-kemitraan konselor profesional yang meningkatkan pembangunan manusia.
            Pada saat  ini konselor sedunia menggunakan KEK dari lembaga yang bernama American Consuler Association (ACA). Akan tetapi banyak negara yang mengadopsi KEK dari amerika serikat tersebut lalu mengadakan penyesuaian dengan kondisi negaranya, terutama dalam hal aspek-aspek Agama, Budaya, dan kondisi masyarakatnya. Hal itu juuga terjadi di Indonesia dimana KEK dari ACA tersebut kita saring dan kita sesuaikan dengan kondisi negara kita namun demikian masyarakat konseling harus mempelajari KEK dari ACA tersebut karena mengandung dasar-dasar penting didalam konseling.[6]
Kode etik ACA melayani lima tujuan utama yaitu:
a)                  Kode etik memapukan ACA menklarifikasi anggotanya kini dan yang akan datang, dan bagi klien-klien yang dilayani, memberitahu mereka tanggung-jawab etik yang dipegang anggota-anggota tersebut
b)                  Kode Etik membantu mendukung tercapainya misi asosiasi
c)       Kode Etik menetapkan prinsip-prinsip yang menentukan perilaku etis dan praktik terbaik anggota-anggota ACA
d)                 Kode Etik berfungsi sebagai pedoman etik yang dirancang untuk membantu anggota-anggotanya mengkonstruksi arah dan tindakan profesional untuk melayani dengan cara terbaik pihak-pihak yang menggunakan layanan konseling, dan mempromosikan dengan cara terbaik nilai-nilai profesi konseling.
e)                  Kode Etik berfungsi sebagai basis untuk memproses keluhan dan tuduhan etik terhadap anggota ACA

Kode etik ACA dibagi menjadi delapan wilayah
Bagian A : Hubungan konseling
Bagian B : Kerahasian, komunikasi Pribadi dan privasi
Bagian C : Tanggung Jawab Profesional
Bagian D : Hubungan dengan Profesional lain
Bagian E : Evaluasi, Asesmen, dan iterpretasi
Bagian F : Supervisi, Pelatihan dan Pengajaran
Bagian G : Riset dan Publikasi
Bagian H : Isu-isu Pemecahan Etika

2.                  Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia
  1. Pancasiladan UUD 1945
  2.   UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional
  3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nosional   Pendidikan
  4. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar  Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Konselor
  5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.[7]

D.                Pelanggaran Terhadap Kode Etik
            Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuataannya bahwa ia mentaati kode etik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwasetiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga, dan pihak lain yang terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi yang mekanismenya menjadi tanggung  jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagaaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut.

  1. Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat provinsi dibentuk Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
  2. Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:

  • a. Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
  • b.  Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKIN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggung jawab.
  • c. Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.
E.                 Bentuk Pelanggaran
1.                  Terhadap Konsil
a. Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli.
b. Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
c.  Melakukan tindakan kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d.  Kesalahan dalam melakukan praktik profesioanal (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut)

2.                  Terhadap Organisasi Profesi
a. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
b. Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan/atau kelompok).

3.                  Terhadap Rekan sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
a.  Melakukan tindakan  yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan).
b.  Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai denagn masalah konseli.[8]
4.      Sanksi Pelanggaran
            Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sanksi sebagai berikut:
a)                  Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
b)                  Memberikan peringatan keras secara tertulis
c)                  Pencabutan keanggotaan ABKIN
d)                 Pencabutan lisensi
e)                  Apabila terkait dengan permasalahan hukum/kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.[9]
5.                  Mekanisme Penerapan Sanksi
Apabila terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas mekanisme penerapan sanksi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a)                  Mendapatkan penggaduan dan infoormasi dari konseli dan/atau masyarakat.
b)                  Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik ditingkatt daerah.
c)                  Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif ringan, maka penyelesainnya dilakukan oleh dewan kode etik ditingkat daerah.
d)                 Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan/atau masyarakat.
e)                  Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik-daerah terbukti kebenarannya, maka diterapkan sanksi sesuai dengan masalahnya. 



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.                  Kode etik konselor adalah serangkaian aturan-aturan susila, atau sikap akhlak yang ditetapkan bersama dan ditaati bersama oleh para konselor atau serangkaian ketentuan dan peraturan yang disepakati bersama guna mengatur tingkah laku para konselor saat proses wawancara maupun kehidupan sehari-hari sehingga mampu memberikan sumbangan yang berguna dalam pengabdiannya di masyarakat.
2.                  Kode Etik konselor dibuat untuk mengatur perilaku konselor dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya serta mengatur secara moral peranan konselor di dalam masyarakat.
3.                  Implementasi Kode Etik konselor masih belum optimal, karena masih banyak konselor yang belum melaksanakan Kode Etik konselor itu secara baik.
4.                  konselor di dalam masyarakat masih menempatkan diri sebagai orang biasa yang tidak memiliki kewajiban khusus secara moral untuk membangun kesadaran berpendidikan bagi masyarakat.

B. Saran

  1. Kode Etik konselor adalah sesuatu yang hendaknya dipahami dan diamalkan oleh setiap konselor.
  2. Dalam memainkan peran di dalam masyakat, konselor hendaknya senantiasa mengedepankan nilai-nilai pendidikan.
  3. Konselor hendaknya senantiasa membangun kesadaran berpendidikan di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
  4. Perilaku konselor di dalam kehidupan sehari-hari merupakan contoh cerminan seorang yang berpendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Salahudin Anas. Bimbingan & Konseling, CV Pustaka Setia, Bandung: 2010.
Mcleod Jhon, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Kencana, Jakarta: 2008.
S. Willis Sofyan. Konseling Individual Teori dan Praktek.  CV Alfabeta. Bandung: 2007.
Supriatna Mamat. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2013.
Chambera Iyas. Pengertian Hakikat Dan Fungsi Kode Etik Profesi Guru.                 http://blog.uinmalang.ac.id/ilyasbima


[1]Anas Salahudin. Bimbingan & Konseling, CV Pustaka Setia, Bandung : 2010, hal 48.
[2]Iyas Chambera. Pengertian Hakikat Dan Fungsi Kode Etik Profesi Guru.                 http://blog.uinmalang.ac.id/ilyasbima : 13/05/14
[3]Robert L.Gibson,Marianne H. Mitchell. Bimbingan dan Konseling PustakaPelajar. Yogyakarta :2011
[4]Mamat Supriatna. Bimbingan Dan  Konseling Berbasis Kompetensi, Rajawali Pers, Jakarta : 2013, hal 259
[5] Ibid. hal 260.
[6] Sofyan S. Willis. Konseling Individual Teori dan Praktek. Alfabeta, CV. Bandung: 2007, hal 228.

[7]Opcit. Hal 260
[8] John Mcleod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus.Jakarta: Kencana, 2008, hal 442.
[9]  Mamat Supriatna. Bimbingan Dan  Konseling Berbasis Kompetensi, Rajawali Pers, Jakarta : 2013, hal 259

loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar